> Update Gunung Padang 2025 Terbaru

Gunung Padang 2025: Antara Retraksi Ilmiah Internasional dan Temuan Lokal 6000 SM

Update Gunung Padang 2025 Terbaru

Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, kembali menjadi pusat perdebatan arkeologi global pada akhir tahun 2025. Situs yang sempat viral melalui serial Netflix Ancient Apocalypse ini kini berada di persimpangan jalan antara skeptisisme komunitas sains internasional dan temuan baru dari peneliti lokal yang didukung penuh oleh pemerintah Indonesia. Artikel ini akan membedah secara teknis lapisan geologi, metode penanggalan, serta pergeseran narasi dari "Piramida Zaman Es" menjadi situs Neolitikum tertua di Asia Tenggara.

Evolusi Riset: Dari Klaim 25.000 Tahun ke 6000 SM

Pada Maret 2024, dunia arkeologi dikejutkan oleh keputusan penerbit Wiley untuk mencabut (retract) jurnal kontroversial di Archaeological Prospection yang ditulis oleh tim Danny Hilman Natawidjaja. Jurnal tersebut sebelumnya mengklaim bahwa lapisan terdalam Gunung Padang (Unit 4) berusia hingga 27.000 tahun.

Namun, memasuki akhir 2025, fokus penelitian bergeser. Tim riset arkeologi lanjutan yang dipimpin oleh Dr. Ali Akbar dan didukung oleh Kementerian Kebudayaan, merilis temuan yang lebih moderat namun tetap fenomenal. Kesimpulan terbaru menempatkan konstruksi awal situs ini pada kisaran 6000 SM (Sebelum Masehi) atau sekitar 8.000 tahun yang lalu.

"Kita harus membedakan antara lapisan tanah tua dengan lapisan budaya. Temuan terbaru di kedalaman 4 meter menunjukkan adanya intervensi manusia yang jelas berupa penyusunan batu dan fragmen gerabah yang valid pada era 6000 SM, jauh sebelum Piramida Giza dibangun, namun tidak setua klaim Zaman Es sebelumnya." — Rangkuman Laporan Tim Riset 2025.

Detail Teknis dan Metodologi Temuan Terbaru

Pergeseran data ini didasarkan pada metodologi yang lebih ketat untuk memisahkan data geologis alami dengan data antropogenik (buatan manusia). Berikut adalah rincian teknis dari ekskavasi terbaru:

1. Stratigrafi dan Columnar Jointing

Salah satu poin perdebatan utama adalah formasi batuan kekar tiang (columnar jointing). Skeptis internasional berpendapat bahwa formasi batu di dalam bukit adalah alami (vulkanik). Namun, riset terbaru menemukan bahwa:

  • Pada Zona Teras 1 hingga 5, batu-batu andesit basaltik tersebut diletakkan secara horizontal (rebah), padahal formasi alami seharusnya vertikal. Ini adalah bukti tak terbantahkan dari aktivitas konstruksi (man-made).
  • Ditemukan perekat (mortar) purba di antara celah batuan yang mengandung kadar besi tinggi, yang tidak mungkin terbentuk secara alami dalam proses sedimentasi tanah biasa.

2. Radiocarbon Dating (C14) dan Artefak

Kelemahan riset sebelumnya adalah pengambilan sampel tanah (soil core drilling) tanpa disertai artefak. Pada ekskavasi 2025, tim berhasil menemukan konteks budaya yang lebih kuat:

  • Pecahan Logam & Gerabah: Ditemukan pada kedalaman yang berkorelasi dengan lapisan tanah berusia 500 SM hingga 1000 SM.
  • Batu Bulat (Pondasi): Di kedalaman 4 meter, ditemukan struktur batu bulat yang berfungsi sebagai penguat terasering, yang melalui uji karbon pada arang sisa pembakaran di sekitarnya, menunjuk pada angka 5000-6000 SM.

Kontroversi Retraksi Jurnal dan Implikasinya

Pencabutan jurnal tim Danny Hilman oleh Wiley didasarkan pada "major error" dalam interpretasi data. Komunitas arkeologi global, termasuk Flint Dibble dari Cardiff University, menegaskan bahwa tanah yang berusia 20.000 tahun di lapisan dalam adalah hal wajar secara geologis, namun tidak membuktikan adanya manusia di sana. Tanpa adanya tulang, sisa makanan, atau arang perapian (charcoal) yang jelas, tanah tua hanyalah tanah tua.

Meskipun demikian, peneliti Indonesia berargumen bahwa standar arkeologi barat yang berbasis "artefak" sulit diterapkan sepenuhnya pada situs megalitik yang berbasis "konstruksi lansekap". Keberadaan struktur terasering itu sendiri adalah artefak raksasa yang membuktikan kemajuan teknik sipil leluhur Nusantara.

Langkah Pemerintah: Restorasi dan Pemugaran 2026

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, pada kunjungan kerjanya di akhir 2025 menegaskan bahwa pemerintah tidak akan terpengaruh oleh perdebatan jurnal internasional semata. Fokus pemerintah kini beralih pada pelestarian fisik.

  1. Desember 2025: Pembersihan vegetasi liar yang merusak struktur batu di teras utama.
  2. Awal 2026: Rencana rekonstruksi ulang posisi batu yang telah longsor akibat faktor alam dan aktivitas pengunjung, mengembalikan bentuk punden berundak ke formasi yang lebih stabil.
  3. Riset Berkelanjutan: Kolaborasi dengan BRIN untuk memetakan ruang bawah tanah (chamber) yang terdeteksi oleh geolistrik tanpa melakukan penggalian destruktif.

Kesimpulan: Sebuah Peradaban yang Hilang?

Apakah Gunung Padang adalah piramida tertua di dunia? Secara teknis, istilah "Piramida" mungkin kurang tepat. Ia adalah Punden Berundak raksasa. Jika penanggalan 6000 SM ini valid dan diterima secara luas nanti, maka Gunung Padang tetap akan menulis ulang sejarah peradaban. Ia membuktikan bahwa di masa ketika Eropa masih dalam zaman kegelapan, masyarakat Jawa Barat kuno telah memiliki sistem gotong royong dan kemampuan teknik sipil untuk memindahkan ribuan ton batu andesit.

Gunung Padang bukan tentang alien atau teknologi Atlantis yang hilang, melainkan bukti kecerdasan lokal (local genius) nenek moyang bangsa Indonesia yang mampu beradaptasi dengan lingkungan vulkanik untuk menciptakan monumen pemujaan yang agung.

Galeri Foto
Bagikan: Facebook Twitter WhatsApp

Komentar

Tulis Komentar
logo

Yayasan Satu Persen Indonesia berkomitmen dalam pelestarian budaya, edukasi lingkungan, serta aksi kemanusiaan di seluruh Nusantara.

Hubungi Kami

  • admin@satupersenindonesia.or.id
  • +(62) 821-1111-2614
  • www.satupersenindonesia.or.id
  • Sekertariat Pusat: Jl. Cibolerang No.5, Cinunuk, Kab Bandung
  • Sekertariat Kota Bandung: Jn karapitan no 36 ,Kota Bandung