Nusantara adalah sebuah perpustakaan raksasa yang tersembunyi. Jauh sebelum kertas modern mendominasi dunia literasi, nenek moyang bangsa Indonesia, khususnya di wilayah Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan, telah merekam puncak-puncak pemikiran mereka di atas daun siwalan yang dikeringkan, atau yang lebih dikenal sebagai lontar. Naskah-naskah ini bukan sekadar benda mati, melainkan kapsul waktu yang menyimpan data sejarah, astronomi, pengobatan, hingga filsafat ketuhanan. Namun, pertanyaan besar yang sering muncul di kalangan akademisi dan pemerhati budaya adalah: seberapa banyakkah naskah lontar yang sebenarnya masih tersisa, dan apa saja nama-nama manuskrip legendaris tersebut?
Estimasi Jumlah Naskah Lontar yang Ditemukan
Menentukan angka pasti jumlah naskah lontar di Indonesia adalah pekerjaan yang sangat rumit. Hal ini disebabkan oleh penyebaran naskah yang tidak terpusat. Sebagian besar naskah tersimpan di museum pemerintah, namun jumlah yang jauh lebih besar diperkirakan masih berada di tangan masyarakat (koleksi pribadi atau puri/keraton) dan seringkali tidak terdata.
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai pusat pelestarian budaya, berikut adalah gambaran estimasi jumlah naskah yang telah terinventarisasi:
- Gedong Kirtya (Singaraja, Bali): Sebagai museum lontar tertua yang didirikan pada masa kolonial (1928), Gedong Kirtya menyimpan koleksi yang sangat signifikan. Tercatat ada lebih dari 4.000 hingga 6.000 cakep (ikat) lontar yang tersimpan rapi di sini. Koleksi ini dianggap sebagai referensi paling otoritatif untuk studi sastra Jawa Kuno dan Bali.
- Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas): Di Jakarta, Perpusnas menyimpan puluhan ribu naskah kuno dari seluruh Indonesia, di mana ribuan di antaranya adalah naskah berbahan daun lontar. Koleksi ini mencakup naskah Merapi-Merbabu dan naskah-naskah skriptorium keraton.
- Museum Bali (Denpasar): Menyimpan ratusan naskah yang berfokus pada sejarah lokal dan seni budaya Bali.
- Universitas Leiden (Belanda): Ironisnya, salah satu koleksi naskah lontar Nusantara terbesar dan terlengkap justru berada di luar negeri. Ribuan naskah yang dibawa pada masa kolonial kini dirawat dengan teknologi tinggi di perpustakaan universitas ini, termasuk naskah La Galigo yang masyhur.
- Koleksi Masyarakat: Proyek digitalisasi yang dilakukan oleh Penyuluh Bahasa Bali dalam beberapa tahun terakhir berhasil mendata puluhan ribu cakep lontar milik warga yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya. Angka ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan kesadaran masyarakat untuk merawat warisan leluhur mereka.
"Lontar bukan sekadar artefak usang, melainkan cetak biru peradaban yang mengajarkan kita bagaimana manusia Nusantara berinteraksi dengan Tuhan, alam, dan sesamanya."
Klasifikasi dan Nama-Nama Lontar Berdasarkan Isi
Dalam tradisi penyusunan pustaka (khususnya di Bali dan Jawa Kuno), lontar tidak dinamai sembarangan. Nama lontar biasanya merujuk pada isi atau genre dari tulisan tersebut. Berikut adalah klasifikasi utama beserta nama-nama naskah lontar yang terkenal:
1. Kelompok Weda (Agama dan Mantra)
Kelompok ini dianggap paling suci karena berisi ajaran ketuhanan, mantra-mantra pendeta, dan tata cara pemujaan. Naskah ini biasanya hanya boleh dibaca oleh orang-orang yang telah melalui proses penyucian diri (mawinten).
- Lontar Weda Parikrama: Berisi tata cara pelaksanaan upacara bagi para pendeta (Sulinggih).
- Lontar Arghadhyatmika: Mengupas tentang hakikat air suci dan penyucian diri.
- Lontar Puja Mamukur: Mantra khusus untuk upacara penyucian roh leluhur (atma wedana).
2. Kelompok Agama (Etika dan Hukum)
Berbeda dengan Weda, kelompok ini membahas aturan kemasyarakatan, hukum adat, dan etika perilaku. Ini adalah "undang-undang" pada masanya.
- Lontar Sarasamuscaya: Sebuah kitab etika yang menekankan bahwa terlahir menjadi manusia adalah kesempatan emas untuk memperbaiki karma.
- Lontar Slokantara: Berisi ajaran-ajaran moralitas tentang kebenaran dan keadilan.
- Lontar Awig-Awig: Naskah yang berisi hukum tertulis yang berlaku di desa adat tertentu.
3. Kelompok Wariga (Astronomi dan Pengetahuan Waktu)
Masyarakat agraris Nusantara sangat bergantung pada alam. Lontar Wariga adalah ilmu perbintangan yang digunakan untuk menentukan hari baik (dewasa ayu) untuk menikah, membangun rumah, atau bercocok tanam.
- Lontar Wariga Gemet: Rujukan kompleks untuk perhitungan kalender Bali (Saka).
- Lontar Palalintangan: Ilmu perbintangan yang menghubungkan posisi bintang dengan nasib manusia (serupa dengan horoskop/zodiak versi lokal).
- Lontar Sundarigama: Menjelaskan makna filosofis dari hari-hari raya keagamaan.
4. Kelompok Usada (Ilmu Pengobatan Tradisional)
Ini adalah salah satu jenis lontar yang paling banyak dicari di era modern. Usada memuat resep herbal, teknik pijat, hingga mantra penyembuhan.
- Lontar Usada Taru Pramana: Sebuah naskah unik di mana tanaman-tanaman "berbicara" dan menjelaskan khasiatnya sendiri untuk mengobati penyakit.
- Lontar Usada Dalem: Kumpulan pengobatan untuk penyakit-penyakit dalam yang berat.
- Lontar Usada Rare: Khusus membahas perawatan kesehatan bayi dan anak-anak.
5. Kelompok Itihasa (Wira Charita / Epos)
Kategori ini memuat cerita kepahlawanan yang diadaptasi dari India namun dengan cita rasa Nusantara yang kental.
- Lontar Ramayana (Kakawin Ramayana): Versi Jawa Kuno dari kisah Rama dan Sinta, yang dianggap sebagai kakawin tertua dan terindah.
- Lontar Mahabharata (Parwa): Terbagi menjadi 18 bagian (Astadasa Parwa), mengisahkan konflik Pandawa dan Kurawa.
6. Kelompok Babad (Sejarah dan Silsilah)
Babad adalah campuran antara fakta sejarah dan mitos yang bertujuan untuk mengagungkan garis keturunan raja atau sejarah suatu wilayah.
- Lontar Babad Tanah Jawi: Mengisahkan silsilah raja-raja Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga Mataram Islam.
- Lontar Babad Dalem: Menceritakan sejarah raja-raja yang berkuasa di Klungkung, Bali.
- Lontar Pasek: Mengisahkan asal-usul klan Pasek di Bali.
7. Kelompok Tantri (Sastra Hiburan dan Fabel)
Lontar ini berisi cerita-cerita binatang yang mengandung pesan moral, mirip dengan fabel Aesop di Barat.
- Lontar Tantri Kamandaka: Kisah-kisah bijak yang diceritakan oleh Ni Diah Tantri kepada raja untuk menunda hukuman mati, yang di dalamnya terdapat cerita binatang.
Dua Naskah Lontar Paling Fenomenal
Di antara ribuan nama tersebut, terdapat dua naskah yang memiliki posisi sangat istimewa dalam sejarah kebangsaan Indonesia:
- Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana): Ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa Majapahit. Lontar ini sangat penting karena memuat data akurat tentang wilayah kekuasaan Majapahit yang menjadi landasan konsep wilayah Nusantara. Naskah aslinya sempat "dicuri" ke Belanda (Leiden) sebelum akhirnya dikembalikan ke Indonesia pada masa Orde Baru.
- Kakawin Sutasoma: Ditulis oleh Mpu Tantular. Di dalam lontar inilah terdapat frasa sakti "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa" yang kemudian menjadi semboyan negara Republik Indonesia. Ini membuktikan bahwa toleransi beragama sudah menjadi DNA bangsa ini sejak abad ke-14.
Tantangan Pelestarian di Era Digital
Meskipun ribuan naskah telah ditemukan, ancaman kerusakan fisik akibat serangga, kelembapan, dan usia materi daun lontar itu sendiri sangat nyata. Daun lontar memiliki masa hidup, dan jika tidak disalin ulang (ngurati) atau didigitalisasi, isinya akan musnah.
Upaya pelestarian kini tidak hanya berfokus pada penyimpanan fisik, tetapi juga alih media. Fotografi resolusi tinggi dan transkripsi digital memungkinkan naskah-naskah seperti Usada dan Babad dapat diakses oleh generasi milenial tanpa harus menyentuh naskah aslinya yang rapuh. Penemuan nama-nama lontar baru di pelosok desa juga terus memperkaya inventaris budaya kita, membuktikan bahwa literasi Nusantara sesungguhnya sangat tinggi dan kompleks.
Memahami ragam nama dan isi lontar adalah langkah awal untuk menghargai kecerdasan leluhur kita. Dari pengobatan hingga tata negara, semua telah tertulis rapi di atas daun tal, menunggu untuk dibaca kembali.
