Pesan Bijak dari Kampung Adat: Harmoni dengan Alam dan Warisan Leluhur
Diposting oleh Admin pada 07 Jul 2021
Dalam sebuah kunjungan yang penuh kehangatan dan suasana kekeluargaan, Brotherhood for Indonesia Culture (BFIC) dan Yayasan Satu Persen berkesempatan berdialog dengan kawargian (warga adat) di salah satu kampung adat. Percakapan tersebut membuka pandangan tentang cara hidup masyarakat adat yang harmonis dengan alam dan berpegang teguh pada warisan leluhur.
Di tengah pandemi COVID-19, saat banyak wilayah menghadapi tantangan berat, para kawargian menyampaikan sebuah pernyataan yang penuh makna:
"Hidup kami sesuai dengan ketentuan. Kami semua sehat karena alam kami sehat. Bantu saja orang yang di kota."
Pernyataan sederhana ini mencerminkan kearifan lokal yang berakar kuat dalam keseimbangan antara manusia dan alam. Di kampung adat, kesehatan masyarakat bergantung langsung pada kelestarian lingkungan — prinsip yang semakin relevan dalam dunia modern yang serba cepat dan sering kali melupakan harmoni alam.
Lebih dalam lagi, para tetua adat menekankan ajaran leluhur melalui ungkapan:
"Gunung teu meunang dilebur, sagara teu meunang diruksak, buyut teu meunang dirempak."
(Gunung tidak boleh dihancurkan, laut tidak boleh dirusak, dan sejarah tidak boleh dilupakan).
Ungkapan ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga alam dan menghormati sejarah. Mereka mengajarkan bahwa menghancurkan alam berarti menghancurkan kehidupan itu sendiri, dan melupakan sejarah sama dengan kehilangan jati diri bangsa.
Pelajaran berharga ini menjadi penguat semangat BFIC dan Yayasan Satu Persen dalam menjalankan misi sosial dan budaya, sekaligus mempertegas bahwa pelestarian lingkungan dan kearifan lokal adalah pondasi penting untuk membangun masa depan yang lebih baik.